Assalamu'alaikum Wr. Wb. ----- SELAMAT DATANG DI WEBSITE RESMI PIMPINAN ANAK CABANG GERAKAN PEMUDA ANSOR WATULIMO ----- Semoga Bermanfaat Untuk Kita Semua!

Senin, 29 Januari 2024

Gelar Kongres XVI di Atas Kapal Laut, GP Ansor Usung Tema Peta Jalan NU Masa Depan

Posted by ADMIN On Senin, Januari 29, 2024


Anwalin News - Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor (PP GP Ansor) akan menyelenggarakan Kongres XVI di atas Kapal Pelni KM Kelud pada Jum’at, 02 Februari 2024. Kongres XVI yang akan diikuti oleh 1,700 kader terbaik GP Ansor ini mengusung tema “GP Ansor: Peta Jalan NU Masa Depan”. Tema ini ingin mempertebal posisi GP Ansor di kancah peradaban. “Tema ini menggambarkan sebuah peta jalan yang mengarah pada pembangunan spiritual, sosial, dan kebangsaan, menjadikan GP Ansor sebagai garda terdepan dalam menjaga identitas keislaman dan kebangsaan Indonesia,” kata Addin Jauharuddin selaku Ketua Kongres XVI GP Ansor 2024.

Perlu diketahui, sebelum Kongres bergulir, dalam tradisi organisasi terdapat forum Pra-Kongres yang diikuti oleh Pimpinan Cabang dan Pimpinan Wilayah GP Ansor dari seluruh Indonesia. Pra-Kongres terbagi menjadi tiga zona. Masing-masing zona terdiri dari beberapa wilayah. Seperti di Zona I yang diselenggarakan di Batam (13/01/24), Zona II di Surabaya (15/01/24 dan Zona III di Makassar (16/01/24). Addin menilai forum Pra-Kongres menjadi ajang untuk memadu-padankan orientasi sekaligus mendesain gagasan besar organisasi ke depan.

“Forum Pra-Kongres ini adalah forum untuk mendesain gagasan besar organisasi selama lima tahun ke depan, yang terbagi dalam tiga isu; keorganisasian, program kerja dan rekomendasi,” ujar Addin. Kongres rencananya akan dibuka oleh Presiden RI Joko Widodo di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dan akan menempuh perjalanan sejauh 210 nm menuju Tanjung Emas Semarang. Sementara itu, pemilihan Kapal Laut KM Kelud sebagai tempat Kongres merupakan pengejawantahan dari wujud bakti GP Ansor dalam menghidupkan warisan leluhur Nusantara yang mashur sebagai Negeri Bahari.

“Pelaut ulung, pengarung samudera, penempuh gelombang dan badai yang tangguh merupakan sederet sapaan yang karib dengan leluhur bangsa Indonesia. Laut diartikan bukan sebagai pemisah antar pulau, tetapi laut sebagai penyatu komunitas, suku bangsa, ataupun ras yang hidup dalam satu wilayah, yaitu Nusantara,” kata Addin. Maka, lanjut dia, pemilihan kapal laut merupakan ikhtiar GP Ansor dalam meneruskan pergulatan mengarungi samudera dengan agenda-agenda baru yang menyegarkan wawasan keislaman sekaligus rasa kecintaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Ketua Umum PP GP Ansor, H Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut) menilai Kongres XVI GP Ansor bisa terselenggara usai melewati penataan organisasi yang sangat ketat. Selain itu, Pra-Kongres di tiga Zona itu menjadi kewajiban organisasi dalam memberikan teladan baik dari tata cara menyelenggarakan sebuah organisasi terutama perihal akreditasi. “Akreditasi organisasi ini adalah tradisi baru organisasi untuk menyiapkan pemimpin dan kader GP Ansor yang telah diberi amanah dan berkomitmen melaksanakan amanah sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab,” kata Gus Yaqut.

Selain itu, Gus Yaqut juga mengingatkan kepada kader GP Ansor agar senantiasa memantapkan niatnya dalam berkhidmah kepada anak sulung Nahdlatul Ulama ini. “Draft materi Kongres yang akan kita bahas didesain agar GP Ansor secara organisatoris dan kader siap menyokong agenda besar NU merawat jagad membangun peradaban,” kata Gus Yaqut.

Minggu, 10 Desember 2023

KEZUHUDAN KH. MARZUQI DAHLAN Lirboyo

Posted by ADMIN On Minggu, Desember 10, 2023


Suatu hari KH. Mahrus Aly mengajak Abdul Halim Zainuddin (salah seorang pengurus NU kota Kediri yang biasa melayani beliau) untuk menghadiri sebuah acara, sebelum menuju ke tempat acara, mereka mampir ke rumah KH. Marzuqi Dahlan untuk mengajaknya sekalian karena beliau termasuk orang mendapat undangan acara itu jg. Sesampainya di muka jalan menuju rumah beliau, KH. Mahrus menyuruh Abdul Halim ngaturi KH. Marzuqi, sementara KH. Mahrus menunggu di kendaraan dengan sang sopir.

Setelah dipersilahkan masuk, Abdul Halim segera menyampaikan maksud kedatangannya. " Masya Alloh. kulo supe menawi dinten meniko acaranipun" (Masya Alloh saya lupa kalo acaranya hari ini) kata KH. Marzuqi yang waktu itu hanya mengenakan sarung saja dan bertelanjang dada. Kemudian beliau berjalan menuju kebelakang mengambil sesuatu dari bak yang biasa digunakan untuk mencuci baju. 

Ternyata yang beliau ambil itu baju belliau yang belum sempat dicuci, lalu dengan tenang tanpa canggung dan risih beliau kenakan kembali baju itu. Sepertinya hal-hal yang bersifat duniawi begitu sederhana sekali di mata beliau serta tidak perlu dibuat susah, atau dalam bahasa Gus Dur "Begitu saja kok repot". Dan sambil tersenyum beliau berkata " Alhamdulillah durung sido di umbah" (Alhamdulillah, bajunya belum sempat dicuci). Ternyata pada waktu itu beliau hanya memiliki satu baju, ketika baju itu dicuci otomatis beliau tidak mengenakan baju lagi, padahal beliau seorang kyai besar dengan ribuan santri yang diasuhnya.

Selesai mendatangi tempat acara dan mengantarkan kembali KH. Marzuqi kerumah beliau, Abdul Halim menceritakan apa yang ia ketahui perihal KH. Marzuqi tadi kepada KH. Mahrus, sontak beliau sesenggukan tidak kuasa menahan tangis, Rasa iba, prihatin, trenyuh dan haru berbaur menjadi satu dalam dada beliau melihat pilihan hidup yg sedang dilakoni KH. Marzuqi, pasangan beliau dalam mengelola dan melestarikan pondok pesantren Lirboyo peninggalan dari mertua mereka berdua.

Setelah itu KH. Mahrus memanggil sebagian pengurus pondok tempat KH. Marzuqi tinggal dan menanyai mereka apakah tidak tahu perihal kondisi Kyai nya itu. Ternyata mereka baru menyadari bahwa pemandangan yang kadang mereka lihat dari Kyai Marzuqi yg hanya mengenakan kaos oblong compang camping atau malah kadang bertelanjang dada bukan karena gerah atau panasnya udara, tetapi karena satu-satunya baju beliau yg sedang dicuci..

 KH. Mahrus kemudian menegur dan menasehati para pengurus pondok agar lebih memperhatikan dan memperdulikan kondisi Kyai nya meski sebenarnya sang kyiai tidak pernah mengharapkan perhatian sama sekali.
Sangat indah apa yg dinukil KH. Ihsan Jampes dalam kitab Manahijul Imdadnya :

" ﻗﻴﻞ ﺍﻭﺣﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻰ ﺑﻌﺾ ﺍﻷﻧﺒﻴﺎﺀ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺍﻟﺴﻼﻡ، ﺍﺫﺍ ﺍﺭﺩﺕ ﺍﻥ ﺗﻌﺮﻑ ﺭﺿﺎﻱ ﻋﻨﻚ ﻓﺎﻧﻈﺮ ﻛﻴﻒ ﺭﺿﺎ ﺍﻟﻔﻘﺮﺍﺀ ﻋﻨﻚ ."

Diriwayatkan bahwa Alloh swt pernah berfirman kepada sebagian para nabi : Jika engkau ingin melihat keridloanku kepadamu maka lihatlah bagaimana orang-orang faqir ridlo kepadamu.

Artinya: Di saat engkau memberikan bantuan atau setidakmya memberikan perhatian kepada si faqir yg membuatnya ridlo & gembira, maka pada saat itu Alloh swt juga ridlo & gembira kepadamu. . .
Wallohu A'lam.

Senin, 24 Juli 2023

11 Kiat Santri Baru Betah Tinggal di Pondok Pesantren

Posted by ADMIN On Senin, Juli 24, 2023


Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Nusantara. Keberadaanya yang begitu banyak dan mengakar kuat ikut berkontribusi dalam menentukan sejarah perjalanan bangsa dari masa ke masa. Sampai tahun 2022, dalam catatan Kemenag RI, setidaknya ada 26.975 pesantren yang tersebar di pelbagai penjuru Indonesia.

Dalam sejarahnya – setidaknya ketika Raden Ali Rahmatullah atau Sunan Ampel mendirikan Pesantren Ampeldenta di Surabaya pada pertengahan abad XV – pesantren telah mampu merebut hati masyarakat. Para santri-santrinya yang banyak berasal dari kalangan bangsawan Majapahit, kemudian banyak yang menjadi ulama besar dan pemimpin yang berpengaruh. Sebut saja Raden Paku (Sunan Giri Prabu Satmata) dan Raden Fatah (Sultan Demak), misalnya, adalah dua santri yang kemudian ikut membelokkan arah sejarah. Yang terbaru, Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin, misalnya, adalah tokoh yang pernah berproses di pesantren.

Wajarlah jika lembaga pendidikan pesantren sampai hari ini dipercaya masyarakat untuk mendidik putra-putrinya. Meski demikian, terkadang dijumpai santri baru yang tidak betah atau tidak krasan tinggal di pesantren dengan pelbagai alasan. Nah, berikut ini adalah 11 kiat agar santri baru betah atau krasan tinggal di pesantren.

1. Niat yang Ikhlas
Niat menjadi kunci dalam setiap perbuatan dalam Islam. Niat mondok, tiada lain tiada bukan adalah untuk mempelajari ilmu-ilmu Allah. Jadi, niatnya melaksanakan perintah Allah Swt - yang dalam hadits nabi - sangat di-fardhukan bagi muslim maupun muslimah. Jika mondok niat ikhlas karena Allah Swt, bukan karena ingin jabatan, harta atau status sosial tertentu, insyaallah akan ditata oleh-Nya.

Perintah untuk mempelajari dan memperdalam ilmu - khususnya ilmu-ilmu agama (tafaqquh fiddin) - sangat ditekankan dalam Al-Qur'an, kitab suci umat Islam. Perintah agar sekelompok orang harus ada yang memperdalam ilmu agama ini, sebagaimana pernah disampaikan Wakil Rais 'Aam PBNU KH Anwar Iskandar, merupakan ruh dan semangat pesantren.

“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah: 122).

Jadi, dengan niat tulus ikhlas, sudah semestinya para santri bangga karena melaksanakan salah satu perintah Tuhan Semesta Alam. Jika ada orang yang bangga karena diperintah atau diberi tugas dari seorang presiden saja sudah bangganya minta ampun, apalagi ini yang memerintah langsung adalah penguasa langit, bumi dan seisinya.

2. Menghadapi Ujian Rindu
Rindu adalah ujian yang berat, khususnya bagi santri baru. Terlebih apabila santri baru ini masih kecil, baru lulus sekolah dasar, misalnya, dan harus berpisah dengan orang tua. Malam pertama dan seminggu pertama adalah ujian rindu yang menentukan, bahkan terkadang sampai berlinang air mata mengingat detik-detik kehangatan dengan orang tua.

Lalu, bagaimana cara mengobati rindu ini? Tentu banyak hal, salah satunya ialah dengan membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an. Selain untuk mengalihkan rindu, membaca Al-Qur'an juga bisa menjadi obat hati, yang akan menerangi sanubari dari kegelisahan. Membaca Al-Qur'an setelah shalat berjamaah – selain sebagai wirid dan riyadhah – dapat menghentikan rindu kepada orang tua yang ada di rumah.

3. Adaptasi Lingkungan
Tinggal dan menempati lingkungan baru tentu butuh adaptasi. Mulai dari suasana, cuaca, sampai fasilitas. Terkadang hal ini tak sesuai dengan ekspektasi atau keinginan kita. Ada saja keterbatasan yang ada. Misalnya, fasilitas toilet yang terbatas hingga harus rela antre, tempat tidur yang harus berbagi, dan lain sebagainya.

Dalam beradaptasi dengan lingkungan baru ini, para santri baru mesti menerima kenyataan dan berdamai dengan keadaan. Tak mudah, memang, terlebih jika di rumah terbiasa menikmati fasilitas yang disediakan orang tua. Namun, dengan fasilitas pesantren yang serba milik bersama ini akan menempa santri hidup sederhana, memiliki kebersamaan (komunal) dan belajar hidup bermasyarakat.

4. Mencari Teman Baru
Jika di rumah sudah memiliki teman belajar dan bermain yang akrab, maka ketika menjadi santri baru sebaliknya. Para santri akan dihadapkan kenyataan orang-orang baru dengan berbagai latar belakang daerah, suku, bahasa dan karakter yang berbeda-beda. Jika tak biasa bergaul (introvert), hal ini bukan perkara mudah.

Mencari teman baru ini dapat dimulai dari teman sekamar, sekelas, atau yang berasal dari daerah yang sama. Akan ada teman yang menyenangkan dan menjengkelkan atau setidaknya tak sesuai harapan. Pilihlah teman yang cocok dan bisa memahami. Usahakan memilih teman santri yang rajin, pandai dan tekun shalat berjamaah agar tertular.

5. Sabar Menghadapi Teman
Santri akan dihadapkan pada orang-orang baru yang tentu tak semuanya berperilaku baik dan menyenangkan. Tak jarang santri berperilaku usil, nakal dan menyebalkan, sehingga menuntut kesabaran dalam menghadapinya. Jika tak kuat menghadapi ini, alih-alih betah, santri baru bisa saja tidak betah hidup di pesantren. Santri baru harus memiliki tekad kuat dan kesabaran dalam menghadapi hal ini.

Salah satu menghadapi teman atau orang yang usil adalah dengan bangun malam, shalat tahajjud misalnya. Dengan shalat tahajjud, membaca wirid, mengadu dan melangitkan doa di malam hari akan menguatkan hati kita dalam menghadapi teman dan manusia yang beraneka macam karakternya. Hal ini tidak hanya berlaku di pesantren, di mana pun tempatnya ada saja orang yang kadang karakter dan omongannya menyebalkan dan menjengkelkan.

“Makanya nabi di-khitabi sabar setelah qiyamul lail (bangun malam). Karena bersabar atas musuh setelah qiyamul lail itu jauh lebih mudah daripada yang tidak qiyamullail,” ungkap Gus Baha, ketika menjelaskan Surat Al-Muzammil ayat 10. “Kamu kalau sudah qiyamul lail, otomatis – Muhammad – kamu bisa sabar menghadapi orang yang bermacam-macam,” imbuhnya.

6. Belajar Mandiri
Jika di rumah biasanya hidup serba dilayani oleh orang tua, seperti mandi, menyisir rambut, makan dan mencuci pakaian misalnya, maka di pesantren hal itu akan dilakukan sendiri. Ini menuntut santri baru untuk dapat melayani dirinya sendiri (self service), sehingga tidak membebani orang lain. Anggap saja ini adalah suatu tantangan dalam menjadi dewasa. Di sinilah salah satu kelebihan pesantren dalam mendidik para santri untuk dapat mandiri, sampai kelak hidup di masyarakat.

Namun di era modern ini sudah banyak pesantren yang membuka laundry dan catering, sehingga santri tak perlu repot-repot masak dan mencuci pakaian sendiri. Meski begitu, karena jauh dari orang tua, tentunya akan banyak hal yang dilakukan sendiri. Para santri mesti menikmati hal ini sebagai sebuah tanggung jawab yang kelak berguna di masa depan.

7. Aturan Bukan Beban
Salah satu hal yang ada di pesantren yaitu aturan. Jika di rumah terbiasa hidup bebas bagai burung terbang, maka di pesantren akan ada aturan-aturan yang mesti ditaati santri. Misalnya, santri tidak boleh membawa handphone atau adanya target hafalan. Adakalanya jika melanggar aturan-aturan itu santri dihukum (takzir), mulai dari yang paling ringan sampai agak berat. Misalnya, karena dalam tempo tertentu belum hafal, santri harus berdiri di depan kelas.

Nah, aturan-aturan yang ada di pesantren itu jangan lantas dianggap sebagai sebuah beban yang mengungkung kebebasan, melainkan sebuah kebutuhan bagi santri agar dapat fokus dan belajar dengan sungguh-sungguh. Jadikan aturan-aturan itu sebagai sebuah motivasi untuk meningkatkan kedisiplinan. Selain itu, jika ternyata memang belum bisa sesuai harapan dan mendapat hukuman, maka tidak usah berkecil hati. Anggap saja itu sebuah tes mental.

8. Mengelola Uang
Salah satu hal yang sulit adalah mengelola uang kiriman orang tua. Jika di rumah biasa jor-joran, maka di pesantren perlu ditahan. Jika di rumah terkadang orang tua agak pelit dengan memberi uang sedikit demi sedikit, maka di pesantren santri baru akan diberi uang setidaknya untuk bekal satu bulan. Jika tidak pintar-pintar mengelola, hal ini dapat menjadi kendala bagi si santri maupun orang tua. Kendala bagi santri tentu uang jatah sebulan tidak cukup. Dan kendala orang tua adalah belum sebulan sudah minta kiriman uang lagi.

Siasat yang dapat diterapkan adalah, pertama dengan menitipkan uang kepada pengampu kamar atau pengurus pesantren untuk mengelola uang. Jadi, santri baru tidak memegang semua uang yang diberikan orang tua. Di beberapa pesantren hal ini sudah menjadi kebijakan, yaitu uang jajan santri dibatasi, tujuannya agar rekening atau dompet orang tua tidak boncos. Intinya, bagaimanapun caranya, santri harus pintar-pintar mengelola uang itu, bagaimana caranya supaya cukup untuk hidup sebulan. Jika ingin beli yang macam-macam, harus berpikir ulang, karena besok masih ada hari.

9. Cita dan Tekad Kuat
Santri mesti memiliki cita dan tekad yang kuat. Senyampang masih muda, yang jika menyerap ilmu seperti melukis di atas batu, pergunakan waktu dan kesempatan sebaik-baiknya. Tak ada sejarah orang-orang besar yang selalu hidup dalam kesenangan. Mulai dari para nabi sampai ulama dan para pejuang, hidup mereka penuh cobaan, onak dan duri tajam.

Maka, salah satu hal yang dapat memotivasi adalah menyempatkan membeli buku dan membaca biografi para nabi, sahabat, ulama, ilmuwan atau pejuang. Bagaimana peran dan kontribusi mereka tetap dikenang sampai sekarang, salah satunya adalah karena memiliki cita-cita dan tekad yang kuat dalam turut serta menghidupkan agama, mencintai ilmu pengetahuan dan berjuang agar menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain.

10. Harapan Orang Tua
Salah satu motivasi kuat agar santri baru betah di pesantren adalah harapan orang tua. Ya, orang tua seringkali menjadi spirit dalam pelbagai hal yang kita lakukan. Memondokkan anak di pesantren, tentu orang tua memiliki harapan agar sang anak kelak menjadi manusia yang berilmu, berakhlak serta dapat bermanfaat bagi masyarakat. Semua orang tua ingin anaknya berguna dan berkontribusi, baik untuk agama, bangsa dan negara.

Jangan sampai santri mengecewakan kepercayaan orang tua dengan berbagai macam alasan. Dengan bersungguh-sungguh belajar dan mencari ilmu di pesantren, santri mesti membayangkan kelak membuat senyum wajah orang tua dan membahagiakan mereka. Membuat bangga orang tua tentu merupakan salah satu bakti anak, yang telah dirawat dengan sepenuh hati.

11. Doa Orang Tua
Selain usaha santri sendiri dalam beradaptasi, doa orang tua menjadi salah satu kunci. Hal ini mengingat lembaga pesantren bukanlah seperti tukang jahit baju, yang jika kita membawa bahan, diserahkan, bayar uang, lalau esok atau lusa jadi. Lebih dari itu, pesantren mendidik para santri dari berbagai sisi, baik intelektual, emosional, sampai spiritual. Sehingga doa orang tua sangatlah penting.

Menghadiahkan bacaan Surat Al-Fatihah kepada anak adalah salah satu hal yang penting bagi orang tua atau wali santri. Selain agar anak betah di pesantren, juga agar ia mudah menerima dan memahami pelajaran, sehingga cepat futuh atau terbuka hatinya. Pengasuh Pesantren Al-Mahrusiyyah Lirboyo KH Reza Ahmad Zahid, pernah menyarankan orang tua – khususnya ibu – membacakan Surat Al-Fatihah 41x ba’da magrib sebagai laku tirakat.

Demikian 11 tips agar santri baru bisa betah belajar, mengaji dan memperdalam ilmu di pesantren. Pada hakikatnya, hidup di mana saja selalu ada saja tantangan dan hambatan, termasuk di pesantren.

 
Di tengah dunia yang serba cepat dan pergaulan bebas merebak di mana-mana, pendidikan pesantren kini semakin diminati dan menjadi pilihan utama. Selain karena menjaga khazanah tradisi baik yang turun-temurun dari masa lalu, pesantren juga mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman modern. Akhirnya, selamat datang dan menjadi keluarga besar santri!

Ahmad Naufa, almunus Pondok Pesantren An-Nawawi Berjan, Purworejo, Jawa Tengah

Foto: Dok. Pesantren Sirojuth Tholibin, Brabo, Grobogan.

Sumber : NU Online

Rabu, 07 Juni 2023

Kisah Mimpi K.H Simbah Ahmad Maksum Lasem yang Mengubah Jalan Hidupnya

Posted by ADMIN On Rabu, Juni 07, 2023


KH Maksum Ahmad Lasem, dikenal dengan sebutan Mbah Maksum, adalah salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) yang penuh dengan karomah. Kisah karomahnya sudah ditandai oleh gurunya, Syaikhona Kholil Bangkalan, ketika Maksum muda masih masa ngaji. Walaupun tidak lama ngaji di Bangkalan, tapi Maksum muda sudah diakui keulamannya.

Selain kepada Syaikhona Kholil Bangkalan, Maksum muda juga pernah belajar di brbagai daerah, yakni ke Jepara, Kajen (Kiai Abdullah, Kiai Abdul Salam, dan Kiai Siroj), Kudus (Kiai Ma’shum dan Kiai Syarofudin), Sarang Rembang (Kiai Umar Harun), Solo (Kiai Idris), Termas (Kiai Dimyati), Semarang (Kiai Ridhwan), Jombang (Kiai Hasyim Asy’ari), hingga Makkah (Kiai Mahfudz At-Turmusi).

Setelah selesai mengembara, jadilah Maksum muda sosok kiai yang terkemuka dalam ilmu agama. Tapi setelah berkeluarga, waktunya Mbah Maksum banyak digunakan untuk urusan dagang. Sampai akhirnya dalam sebuah perjalanan di Semarang, Mbah Maksum tertidur dan bermimpi bertemu Rasulullah SAW. Hal yang sama, ketika di Bojonegoro, Mbah Maksum antara tertidur dan terjaga, kembali bertemu dengan Kanjeng Rasul SAW.

“La khayra ilia fi nasyr al-ilmi, Tidak ada kebaikan (yang lebih utama) daripada menyebarkan ilmu.” Pesan Rasulullah SAW kepada Mbah Maksum.

Bahkan dalam suatu saat, di rumahnya sendiri, Mbah Maksum kembali bermimpi dengan Kanjeng Rasul. Dalam mimpinya, Mbah Maksum bersalaman dan setelah terjaga, tangannya masih wangi karena salaman dengan Kanjeng Nabi.

“Mengajarlah, segala kebutuhanmu insya Allah akan dipenuhi semuanya oleh Allah.” Pesan Kanjeng Nabi.

Karena mimpi-mimpi ini, Mbah Maksum akhirnya konsultasi dengan sahabat dan gurunya, Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.

“Mimpi itu sudah jelas. Tidak perlu ditafsirkan kembali.” Tegas Kiai Hasyim Asy’ari yang mendorong Mbah Maksum agar secepatnya fokus ngaji dan mendirikan pesantren di kampungnya.

Setelah itu, Mbah Maksum akhirnya berhenti berdagang dan fokus menetap di Lasem mendirikan Pesantren bernama Al-Hidayat. Fokus ngaji dengan para santri dan masyarakat.


Dari berbagai Sumber

Sabtu, 20 Mei 2023

Habib Mahdi: GP Ansor Paling Berdosa Jika NU “Diserang”

Posted by ADMIN On Sabtu, Mei 20, 2023


Meskipun baru dibentuk sekitar tiga bulan lalu, Badan Siber Ansor atau yang sering disingkat BSA menjadi lembaga yang strategis untuk menghadapi tantangan era digital seperti sekarang ini.

Menurut Habib Muhammad Mahdi Khered, Wakil Ketua GP Ansor Jawa Timur sekaligus Kepala Badan Siber Ansor Jawa Timur, saat ini adalah zaman yang bergerak tapi tidak kelihatan. Namun demikian, Ansor tetap harus pasang badan untuk tetap terlihat dalam setiap pertarungan di dunia maya. Terutama yang menyangkut Islam Aswaja dan kebangsaan.

Sebagai anak pertama NU, lanjut Mahdi, Ansor memiliki warisan paling besar dari NU yaitu tanggungjawab. Jika NU diserang oleh pihak luar, maka Ansor lah yang paling berdosa dan bertanggungjawab untuk membangun pertahanan dan melakukan pembelaan terhadap NU.

“Tugas Ansor hanya satu yaitu mengampanyekan atau mendakwahkan Islam Aswaja An-Nahdliyyah ke kalangan pemuda, termasuk di ruang-ruang modern. Tidak yang lain,” tegas pria asal Ambunten Sumenep tersebut.

Oleh karena itu, dalam tradisi Ansor ada hukum tak tertulis, Ansor tidak boleh sarungan. Agar bisa masuk ke medan dakwah yang strategis yakni ruang milenial atau setelahnya.

“Meskipun tinggal lima bulan, saya harap Badan Siber Ansor Kota Malang ini menjadi percontohan dan kebanggaan bagi Ansor di seluruh dunia. Ini lembaga kedua yang dibentuk untuk Jawa Timur,” tegas alumni PMII UIN Malang tersebut.

Habib Mahdi Khered juga meminta Badan Siber Ansor Kota Malang untuk segera membentuk tim di setiap PAC Ansor, membuat Madrasah Siber, dan perkuat jaringan tingkat basis.

Hal ini disampaikan oleh Habib Mahdi dalam Halal Bi Halal GP Ansor Kota Malang sekaligus pelantikan Badan Siber Ansor di Gedung PCNU Kota Malang pada Jumat, 19 Mei 2023.

Editor: Herlinto. A


Sumber : Tugu Malang

Jumat, 16 Desember 2022

Untuk “Jihad” Dibidang Literasi Keuangan Digital, PW GP. Ansor Jatim Gandeng OJK.

Posted by ADMIN On Jumat, Desember 16, 2022


Anwalin News - Pengurus Wilayah Gerakan Pemuda (PW GP) Ansor Jawa Timur menggelar acara Konsolidasi Badan Cyber yang diikuti sedikitnya diikuti 150 perwakilan dari Pengurus Cabang (PC) tingkat Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Acara digelar hari ini (15/12) hingga besok (16/12) di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur.
Acara dibuka langsung oleh Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak, Kepala OJK Regional IV Jawa Timur Bambang Mukti Riyadi dan Pimpinan Wilayah BNI Jatim Roy Wahyu Maulana.
Acara ini juga disertai kegiatan Literasi Keuangan Digital yang digelar berkat kerjasama antara PW Ansor Jawa Timur dan OJK Regional IV Jawa Timur. Acara ini juga menunjuk Cyber Ansor sebagai kader literasi keuangan digital dalam membantu tugas OJK untuk meningkatkan literasi keuangan khususnya secara digital.

Kepala OJK Regional IV Jawa Timur Bambang Mukti Riyadi dalam sambutannya mengatakan, bahwa generasi, khususnya generasi muda NU, memahami generasi media cyber.”Ansor adalah pilar NKRI, dan persaingan ekonomi dan digital harus diikuti, karena ini sangat penting sekali. Kepentingan kami menggandeng Ansor khususnya dibidang Cyber,” kata Bambang Mukti.
Kurangnya pemahaman terhadap literasi digital ini, akan bisa memberi dampak negatif.”Kita mempertahankan NKRI, ini jihad kita dibidang literasi digital dan keuangan,” imbuhnya.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak sangat penting anak-anak muda, khususnya kader Ansor Jawa Timur membuat akun media sosial yang membahas soal literasi keuangan.”Tapi harus hati-hati, misal mempromosikan saham tertentu, lalu sahamnya turun, Anda bisa dituntut, karena ini ada aturannya,” kata Emil.

Emil melanjutkan, kita harus bersepakat kalau bermain media sosial di dunia digital, harus diniati sebagai menebar manfaat.”Kita sama-sama sepakat kalau cyber Ansor ini bisa membuat channel yang beragam dan yang memberi manfaat,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua PW Ansor Jawa Timur Gus Syafiq Syauqi LC M.Ag dalam sambutannya mengatakan, dalam konsolidasi Badan Cyber ini, pihaknya menggandeng Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jawa Timur. Tujuannya, OJK mempunyai tujuan untuk melakukan literasi keuangan kepada masyarakat, khususnya anggota dan kader Ansor Jawa Timur.”Karena ada gap antara masyarakat yang mengakses keuangan dan yang melek literasi digital. Yang mengakses jasa keuangan seperti pinjam perbankan dan lain-lain, mencapai 90 persen, sedangkan yang melek literasi digital cuma 30 persen, ini sangat berbahaya karena bisa jadi nanti masyarakat banyak tertipu investasi bodong jika tdak melek literasi,” kata pria yang pernah menjabat sebagai Ketua PC GP Ansor Tuban ini.
Dia juga berharap, Badan Cyber ini bisa juga bermanfaat ekonomi kepada para kader Ansor Jawa Timur.”Tadi ada ide kita mau bikin crowdfunding atau urun dana, ini sangat bagus karena potensi bisnis di digital ini triliunan rupiah,” kata pria yang pernah menimba ilmu di Damaskus, Suriah ini. 

Hanya saja, kendati aspek ekonomi ditekankan, Ansor kata Gus Syafiq, juga perlu mengawal isu keagamaan.”Konten-konten moderat juga perlu kita buat, dan disebarluaskan secara masif,” katanya.”Kekuatan kita luar biasa, karena kita praktisi sosial yang gerakannya organik dan masif,” pungkasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua PW Ansor Jawa Timur Habib Mahdi El Kherid mengatakan, konsolidasi Badan Cyber Ansor Jawa Timur ini merupakan follow up dari dibentuknya Badan Cyber oleh Pengurus Pusat (PP) GP Ansor dalam Konfrensi Besar (Konbes) di Bekasi 26-27 November 2022.

“Sebelumnya kami dari Jawa Timur yang mengusulkan Badan Cyber, dan akhirnya usulan itu ditetapkan sebagai sebuah keputusan, ini prestasi yang luar biasa,” kata Habib Mahdi dalam sambutannya.

Selain itu, PW Ansor Jatim juga pengurus wilayah pertama yang membentuk Badan Cyber.”Kita juga pertama dalam sejarah Ansor di dunia, yang menggelar Konsolidasi Badan Cyber,” katanya disambut riuh tepuk tangan.

Untuk pekerjaan rumah ke depan, Badan Cyber akan menyusun data base kader hingga tingkat ranting.”Kita juga akan terus mengawal dakwah digital yang rahmatal lil alamin di dunia maya,” imbuh peraih gelar sarjana dari UIN Malang dan master dari UIN Jember ini.

Rabu, 10 Agustus 2022

Kisah Ilmu Kanuragan Mbah Cholil Bisri Rembang

Posted by ADMIN On Rabu, Agustus 10, 2022


Bagi keluarga besar Pesantren Raudhatut Thalibin Leteh Rembang, Maulud dan Rajab merupakan dua bulan yang istimewa. Di bulan Maulud, pesantren ini menyelenggarakan haul gede untuk memperingati wafatnya KH. Bisri Mustofa dan durriyyahnya dari atas-bawah hingga kiri-kanan. KH. Cholil Harun, KH. Suyuti Cholil, Nyai Ma’rufah Bisri Mustofa dan lain lain adalah nama-nama kiai-bu nyai yang menjadi bagian inti dari haul besar ini.

Biasanya diselenggarakan dalam beberapa hari, puncaknya adalah tahlil akbar di makam Mbah Bisri dan malamnya diadakan pengajian umum.

Sedang Rajab merupakan bulan lahir dan wafatnya KHM. Cholil Bisri (Mbah Cholil). Beliau lahir pada 27 Rajab 1263 H (12 Agustus 1941) dan meninggal pada 7 Rajab 1424 H bertepatan dengan 24 Agustus 2004. Pada bulan ini diadakan haul—kami menyebutnya sebagai haul cilik.

Peringatan wafatnya al-maghfurlah Mbah Cholil ini diadakan dengan sangat sederhana. Santri dan tetangga kiri-kanan hadir di rumah untuk membaca tahlil yang dihadiahkan untuk abah kami. Semoga beliau mendapat tempat terbaik di sisi-Nya dan diampuni semua dosanya.

Pada Senin, 2 Maret 2020, keluarga besar Pesantren Raudhatut Thalibin Leteh Rembang akan mengadakan haul cilik itu.

Selain untuk mendoakan beliau, haul juga momentum yang penting bagi keluarga dan santri untuk mengenang dan—kalau bisa—meneladani laku baik ketika beliau masih hidup.

Sekaligus mengingat kembali perjuangan beliau yang sudah dan yang belum dilakukan.

Tekadnya hanya satu, yakni melanjutkan perjuangan yang telah dimulai dan akan segera dilakukan. Syukur-syukur bisa menambahnya hingga menjadi lebih sempurna.

Putra sulung Mbah Bisri Mustofa dan Ny. Ma’rufah Cholil Harun ini lahir di Kasingan Rembang sebelum Indonesia merdeka. Era penjajahan masih berlangsung dan seluruh rakyat menderita karenanya.

Saat itu terjadi perpindahan kekuasaan dari penjajah Belanda beralih ke penjajah Jepang. Suhu politik memanas akibat tentara Jepang mendarat di pesisir-pesisir pantai termasuk Rembang. Perang setiap saat bisa saja terjadi.

Para santri yang mondok di Pesantren Kasingan asuhan KH. Cholil Harun juga terkena imbasnya. Mereka memilih atau disuruh pulang ke rumah masing-masing mengingat situasi yang genting.

Mbah Bisri Mustofa beserta keluarga kecilnya juga terpaksa mengungsi ke Sedan (salah satu kecamatan di Rembang yang terletak di bagian timur) untuk menghindari hal-hal buruk yang mungkin terjadi. Dalam suasana mengungsi, serba kekurangan sudah menjadi karibnya setiap hari.

Memotong Jalan~

Kisah sedih sebagai pengungsi ini berulang lagi saat terjadi pemberontakan pertama PKI di Madiun 1948-1949. Pemberontakan ini lebih tepat disebut sebagai pengkhiatan PKI terhadap NKRI yang baru saja diproklamasikan pada 1945.

Pemimpin pengkhiatan itu, Muso dan Amir Syarifuddin seperti menggunting di lipatan, memotong jalan para pahlawan yang telah berjuang merebut kemerdekaan NKRI lalu ingin merampas di pinggir jalan.

Yang lebih menyakitkan, PKI menjadikan kiai dan santri sebagai musuh dan target pembunuhan.

Akibat ulah PKI ini, Mbah Cholil kecil beserta adiknya Gus Mus dan seluruh keluarga harus mengungsi ke Pare Kediri kurang lebih selama dua tahun. Hidup serba kekurangan dihadapi setiap hari.

Selain itu, Mbah Cholil beserta keluarga juga menerima ancaman pembunuhan dari PKI. Salah perhitungan atau terlambat sedikit saja, bisa jadi Mbah Bisri beserta keluarganya akan menjadi cerita semata.

Dua kali mengungsi dan beratnya hidup di masa revolusi, membuat Mbah Cholil harus mempersiapkan hidup dengan sebaik-baiknya. 

Pada saat belajar di Pesantren Lirboyo Kediri yang diasuh KH. Mahrus Ali, selain belajar kitab kuning (turats), kesukaan Mbah Cholil terhadap ilmu kanuragan mulai tumbuh.

Sebagaimana diceritakan KH. Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya, putra sulung Mbah Cholil) pada waktu itu, Lirboyo masyhur sebagai gudangnya ilmu hikmah dan kanuragan.

Dua santri kakak-beradik, yakni Mbah Cholil dan adiknya Gus Mus, tidak ketinggalan ikut getol berlatih, mesu diri, tirakat, menekuni gemblengan dan mempelajari berbagai ilmu kejadugan.

Penampilan kedua santri muda mulai berubah dan mengikuti trend zamannya saat itu. Rambut gondrong sampai ke punggung pertanda tak mempan dicukur.

Baju khas pendekar dan berwarna hitam (baju kutung dan celana komprang sebatas dengkul). Memakai ikat kepala batik dan berterompah kayu (sandal teklek).

Suatu saat kesempatan untuk pulang ke Rembang tiba.

Dengan atribut kependekaran seperti itu, keduanya pulang menuju ke rumah. Dalam perjalanan, banyak orang disekitarnya yang segan melihat keduanya. Takut dikira menantang.

Begitu sampai di rumah, watak kependekarannya rontok seketika, ketika, tak disangka, Mbah Bisri, ayahanda mereka marah besar!

Segala pakaian dan atribut kependekaran mereka dilucuti dan dibakar. Termasuk rambutnya harus dicukur.

Untuk urusan rambut ini, Mbah Bisri harus turun tangan sendiri. Karena tak ada yang mampu mencukur rambut mereka—benar-benar jadug rupanya, Mbah Bisri memotong habis rambut mereka.

Pendek kata mereka divonis harus berhenti main jadug-jadugan!

Kenapa Mbah Bisri melakukan semua itu? “Aku saja cuma kiai, kok kalian mau jadi jadi wali” kata Mbah Bisri.

Mbah Cholil beserta adiknya Gus Mus akhirnya pindah mondok ke Pesantren Krapyak, Yogyakarta.

Dari sekian banyak atribuat kejadugan, ada satu yang tidak pernah ditinggalkan. Hingga akhir hayatnya,

Mbah Cholil selalu berteklek ketika di rumah.

Suara teklek ketika bersentuhan dengan tanah menjadi tanda merdu bagi santri untuk segera memulai ngaji. Tak…tok…tak…tok…

Lahul fātihah ... 
.
.
Sumber : FB Generasi Muda Nusantara

Jumat, 05 Agustus 2022

Dalil-dalil Cinta Tanah Air dari Al-Qur’an dan Hadits

Posted by ADMIN On Jumat, Agustus 05, 2022


Nasionalisme berasal dari kata nation (B. Inggris) yang berarti bangsa. Menuru ygt kamus besar bahasa Indonesia, kata bangsa memiliki beberapa arti: (1) kesatuan orang yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya serta berpemerintahan sendiri; (2) golongan manusia, binatang atau tumbuh-tumbuhan yang mempunyai asal usul yang sama dan sifat khas yang sama atau bersamaan, dan (3) kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan kebudayaan dalam arti umum, dan biasanya menempati wilayah tertentu di muka bumi (Lukman Ali. Dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1994, hal. 98).
 
Istilah nasionalisme yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia memiliki dua pengertian: paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri dan kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabdikan identitas, integritas, kemakmuran dan kekuatan bangsa. Nasionalisme dalam arti sempit dapat diartikan sebagai cinta tanah air. Selanjutnya, dalam tulisan ini yang dimaksud dengan nasionalisme yaitu nasionalisme dalam arti sempit.

Al-Jurjani dalam kitabnya al-Ta’rifat mendefinisikan tanah air dengan al-wathan al-ashli. 
 
اَلْوَطَنُ الْأَصْلِيُّ هُوَ مَوْلِدُ الرَّجُلِ وَالْبَلَدُ الَّذِي هُوَ فِيهِ 
 
Artinya; al-wathan al-ashli yaitu tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya. (Ali Al-Jurjani, al-Ta’rifat, Beirut, Dar Al-Kitab Al-Arabi, 1405 H, halaman 327)
 
Dalil-dalil Cinta Tanah Air

Mencintai tanah air adalah hal yang sifatnya alami pada diri manusia. Karena sifatnya yang alamiah melekat pada diri manusia, maka hal tersebut tidak dilarang oleh agama Islam, sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran/nilai-nilai Islam. 
 
Meskipun cinta tanah air bersifat alamiah, bukan berarti Islam tidak mengaturnya. Islam sebagai agama yang sempurna bagi kehidupan manusia mengatur fitrah manusia dalam mencintai tanah airnya, agar menjadi manusia yang dapat berperan secara maksimal dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara, serta memiliki keseimbangan hidup di dunia dan akhirat. 

Berkenaan dengan vonis bahwa cinta tanah air tidak ada dalilnya, maka guna menjawab vonis tersebut, perlu kiranya kita mencermati paparan ini. Berikut adalah dalil-dalil tentang bolehnya cinta tanah air:
 
1. Dalil Cinta Tanah Air Dari Al-Qur’an
 
Salah satu ayat Al-Qur’an yang menjadi dalil cinta tanah air menurut penuturan para ahli tafsir adalah Qur’an surat Al-Qashash ayat 85:
 
إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ
 
Artinya: “Sesungguhnya (Allah) yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur’an benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali.” (QS. Al Qashash: 85)
 
Para mufassir dalam menafsirkan kata "معاد" terbagi menjadi beberapa pendapat. Ada yang menafsirkan kata "معاد" dengan Makkah, akhirat, kematian, dan hari kiamat. Namun menurut Imam Fakhr Al-Din Al-Razi dalam tafsirnya Mafatih Al-Ghaib, mengatakan bahwa pendapat yang lebih mendekati yaitu pendapat yang menafsirkan dengan Makkah.
 
Syekh Ismail Haqqi Al-Hanafi Al-Khalwathi (wafat 1127 H) dalam tafsirnya Ruhul Bayan mengatakan:
 
وفي تَفسيرِ الآيةِ إشَارَةٌ إلَى أنَّ حُبَّ الوَطَنِ مِنَ الإيمانِ، وكَانَ رَسُولُ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - يَقُولُ كَثِيرًا: اَلْوَطَنَ الوَطَنَ، فَحَقَّقَ اللهُ سبحانه سُؤْلَهُ ....... قَالَ عُمَرُ رضى الله عنه لَوْلاَ حُبُّ الوَطَنِ لَخَرُبَ بَلَدُ السُّوءِ فَبِحُبِّ الأَوْطَانِ عُمِّرَتْ البُلْدَانُ.
 
Artinya: “Di dalam tafsirnya ayat (QS. Al-Qashash:85) terdapat suatu petunjuk atau isyarat bahwa “cinta tanah air sebagian dari iman”. Rasulullah SAW (dalam perjalanan hijrahnya menuju Madinah) banyak sekali menyebut kata; “tanah air, tanah air”, kemudian Allah SWT mewujudkan permohonannya (dengan kembali ke Makkah)….. Sahabat Umar RA berkata; “Jika bukan karena cinta tanah air, niscaya akan rusak negeri yang jelek (gersang), maka sebab cinta tanah air lah, dibangunlah negeri-negeri”. (Ismail Haqqi al-Hanafi, Ruhul Bayan, Beirut, Dar Al-Fikr, Juz 6, hal. 441-442)
 
Selanjutnya, ayat yang menjadi dalil cinta tanah air menurut ulama yaitu Al-Qur'an surat An-Nisa’ ayat 66.
 
وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِم أَنِ اقْتُلُوْا أَنْفُسَكم أَوِ أخرُجُوا مِن دِيَارِكُمْ مَا فَعَلُوْه إِلَّا قليلٌ منهم 
 
Artinya: “Dan sesungguhnya jika seandainya Kami perintahkan kepada mereka (orang-orang munafik): ‘Bunuhlah diri kamu atau keluarlah dari kampung halaman kamu!’ niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka..." (QS. An-Nisa': 66).
 
Syekh Wahbah Al-Zuhaily dalam tafsirnya al-Munir fil Aqidah wal Syari’ah wal Manhaj menyebutkan: 
 
وفي قوله: (أَوِ اخْرُجُوْا مِنْ دِيَارِكُمْ) إِيْمَاءٌ إِلىَ حُبِّ الوَطَنِ وتَعَلُّقِ النَّاسِ بِهِ، وَجَعَلَه قَرِيْنَ قَتْلِ النَّفْسِ، وَصُعُوْبَةِ الهِجْرَةِ مِنَ الأوْطَانِ. 
 
Artinya: “Di dalam firman-Nya (وِ اخْرُجُوْا مِنْ دِيَارِكُمْ) terdapat isyarat akan cinta tanah air dan ketergantungan orang dengannya, dan Allah menjadikan keluar dari kampung halaman sebanding dengan bunuh diri, dan sulitnya hijrah dari tanah air.” (Wahbah Al-Zuhaily, al-Munir fil Aqidah wal Syari’ah wal Manhaj, Damaskus, Dar Al-Fikr Al-Mu’ashir, 1418 H, Juz 5, hal. 144)
 
Pada kitabnya yang lain, Tafsir al-Wasith, Syekh Wahbah Al-Zuhaily mengatakan: 
 
وفي قَولِهِ تَعَالى: (أَوِ اخْرُجُوا مِنْ دِيارِكُمْ) إِشَارَةٌ صَرِيْحَةٌ إلَى تَعَلُقِ النُفُوْسِ البَشَرِيَّةِ بِبِلادِها، وَإِلَى أَنَّ حُبَّ الوَطَنِ مُتَمَكِّنٌ فِي النُفُوْسِ وَمُتَعَلِقَةٌ بِهِ، لِأَنَّ اللهَ سُبْحانَهُ جَعَلَ الخُرُوْجَ مِنَ الدِّيَارِ وَالأَوْطانِ مُعَادِلاً وَمُقارِنًا قَتْلَ النَّفْسِ، فَكِلَا الأَمْرَيْنِ عَزِيْزٌ، وَلَا يُفَرِّطُ أغْلَبُ النَّاسِ بِذَرَّةٍ مِنْ تُرابِ الوَطَنِ مَهْمَا تَعَرَّضُوْا لِلْمَشَاقِّ والمَتَاعِبِ والمُضَايَقاتِ. 
 
Artinya: Di dalam firman Allah “keluarlah dari kampung halaman kamu” terdapat isyarat yang jelas akan ketergantungan hati manusia dengan negaranya, dan (isyarat) bahwa cinta tanah air adalah hal yang melekat di hati dan berhubungan dengannya. Karena Allah SWT menjadikan keluar dari kampung halaman dan tanah air, setara dan sebanding dengan bunuh diri. Kedua hal tersebut sama beratnya. Kebanyakan orang tidak akan membiarkan sedikitpun tanah dari negaranya manakala mereka dihadapkan pada penderitaan, ancaman, dan gangguan.” (Wahbah Al-Zuhaily, Tafsir al-Wasith, Damaskus, Dar Al-Fikr, 1422 H, Juz 1, hal. 342)
 
Ayat Al-Qur’an selanjutnya yang menjadi dalil cinta tanah air, menurut ahli tafsir kontemporer, Syekh Muhammad Mahmud Al-Hijazi yaitu pada QS. At-Taubah ayat 122.
 
وَما كانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
 
Artinya: Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya. (QS. At-Taubah: 122)
 
Syekh Muhammad Mahmud al-Hijazi dalam Tafsir al-Wadlih menjelaskan ayat di atas sebagai berikut:
 
وتُشِيرُ الآيةُ إلى أنَّ تَعَلُّمَ العلمِ أَمْرٌ واجِبٌ على الأمَّةِ جَميعًا وُجُوبًا لا يَقِلُّ عَن وُجوبِ الجِهادِ والدِّفاعُ عَنِ الوَطَنِ وَاجِبٌ مُقَدَّسٌ، فَإِنَّ الوَطَنَ يَحْتاجُ إلى مَنْ يُناضِلُ عَنْهُ بِالسَّيفِ وَإِلَى مَنْ يُنَاضِلُ عَنْهُ بِالْحُجَّةِ وَالبُرْهَانِ، بَلْ إِنَّ تَقْوِيَةَ الرُّوحِ المَعْنَوِيَّةِ، وغَرْسَ الوَطَنِيَّةِ وَحُبِّ التَّضْحِيَةِ، وَخَلْقَ جِيْلٍ يَرَى أَنَّ حُبَّ الوَطَنِ مِنَ الإِيمَانِ، وَأَنَّ الدِّفَاعَ عَنْهُ وَاجِبٌ مُقَدَّسٌ. هَذَا أَسَاسُ بِنَاءِ الأُمَّةِ، ودَعَامَةُ اسْتِقْلَالِهَا. 
 
Artinya: “Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa belajar ilmu adalah suatu kewajiban bagi umat secara keseluruhan, kewajiban yang tidak mengurangi kewajiban jihad, dan mempertahankan tanah air juga merupakan kewajiban yang suci. Karena tanah air membutuhkan orang yang berjuang dengan pedang (senjata), dan juga orang yang berjuang dengan argumentasi dan dalil. Bahwasannya memperkokoh moralitas jiwa, menanamkan nasionalisme dan gemar berkorban, mencetak generasi yang berwawasan ‘cinta tanah air sebagian dari iman’, serta mempertahankannya (tanah air) adalah kewajiban yang suci. Inilah pondasi bangunan umat dan pilar kemerdekaan mereka.” (Muhammad Mahmud al-Hijazi, Tafsir al-Wadlih, Beirut, Dar Al-Jil Al-Jadid, 1413 H, Juz 2, hal. 30)
 
Ayat-ayat di atas sebagaimana telah jelaskan oleh para mufassir dalam kitab tafsirnya masing-masing merupakan dalil cinta tanah air di dalam Al-Qur’an Al-Karim.
 
2. Dalil Cinta Tanah Air dari Hadits
 
Berikut ini adalah hadits-hadits yang menjadi dalil cinta tanah air menurut penjelasan para ulama ahli hadits, yang dikupas tuntas secara gamblang: 
 
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَنَظَرَ إِلَى جُدُرَاتِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ نَاقَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا ....... وَفِي الْحَدِيثِ دَلَالَةٌ عَلَى فَضْلِ الْمَدِينَةِ وَعَلَى مَشْرُوعِيَّة حُبِّ الوَطَنِ والحَنِينِ إِلَيْهِ
 
Artinya: “Diriwayatkan dari sahabat Anas; bahwa Nabi SAW ketika kembali dari bepergian, dan melihat dinding-dinding madinah beliau mempercepat laju untanya. Apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkanya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau pada Madinah. (HR. Bukhari, Ibnu Hibban, dan Tirmidzi).
 
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany (wafat 852 H) dalam kitabnya Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari (Beirut, Dar Al-Ma’rifah, 1379 H, Juz 3, hal. 621), menegaskan bahwa dalam hadits tersebut terdapat dalil (petunjuk): pertama, dalil atas keutamaan kota Madinah; kedua, dalil disyariatkannya cinta tanah air dan rindu padanya.
 
Sependapat dengan Al-Hafidz Ibnu Hajar, Badr Al-Din Al-Aini (wafat 855 H) dalam kitabnya ‘Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari menyatakan:
 
وَفِيه: دَلَالَة عَلَى فَضْلِ الْمَدِينَةِ وَعَلَى مَشْرُوعِيَّةِ حُبِّ الوَطَنِ وَاْلحِنَّةِ إِلَيْهِ
 
Artinya; “Di dalamnya (hadits) terdapat dalil (petunjuk) atas keutamaan Madinah, dan (petunjuk) atas disyari’atkannya cinta tanah air dan rindu padanya.” (Badr Al-Din Al-Aini, Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari, Beirut, Dar Ihya’i Al-Turats Al-Arabi, Juz 10, hal. 135)
 
Imam Jalaluddin Al-Suyuthi (wafat 911 H) dalam kitabnya Al-Tausyih Syarh Jami Al-Shahih menyebutkan: 
 
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ، أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي حُمَيْدٌ، أَنَّهُ سَمِعَ أَنَسًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: «كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ، فَأَبْصَرَ دَرَجَاتِ المَدِينَةِ، أَوْضَعَ نَاقَتَهُ، وَإِنْ كَانَتْ دَابَّةً حَرَّكَهَا»، قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ: زَادَ الحَارِثُ بْنُ عُمَيْرٍ، عَنْ حُمَيْدٍ: حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا. حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، عَنْ حُمَيْدٍ، عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: جُدُرَاتِ، تَابَعَهُ الحَارِثُ بْنُ عُمَيْرٍ. (درجات): بفتح المهملة والراء والجيم، جمع "درجة"، وهي طرقها المرتفعة، وللمستملي: "دوحات" بسكون الواو، وحاء مهملة جمع دوحة، وهي الشجرة العظيمة. (أوضع): أسرع السير. (مِنْ حُبِّها) أي: المدينةِ، فِيْهِ مَشْرُوعِيَّةُ حُبِّ الوَطَنِ والحَنينِ إليه 
 
Artinya: “Bercerita kepadaku Sa’id ibn Abi Maryam, bercerita padaku Muhammad bin Ja’far, ia berkata: mengkabarkan padaku Humaid, bahwasannya ia mendengan Anas RA berkata: Nabi SAW ketika kembali dari bepergian, dan melihat tanjakan-tanjakan Madinah beliau mempercepat laju untanya. Apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkanya. Berkata Abu Abdillah: Harits bin Umair, dari Humaid: beliau menggerakkannya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau pada Madinah. Bercerita kepadaku Qutaibah, bercerita padaku Ismail dari Humaid dari Anas, ia berkata: dinding-dinding. Harits bin Umair mengikutinya.” (Jalaluddin Al-Suyuthi, Al-Tausyih Syarh Jami Al-Shahih, Riyad, Maktabah Al-Rusyd, 1998, Juz 3, hal. 1360)
 
Sependapat dengan Ibn Hajar Al-Asqalany, Imam Suyuthi di dalam menjelaskan hadits sahabat Anas di atas, memberikan komentar: di dalamnya (hadits tersebut) terdapat unsur disyari’atkannya cinta tanah air dan merindukannya.
 
Ungkapan yang sama juga disampaikan oleh Syekh Abu Al Ula Muhammad Abd Al-Rahman Al-Mubarakfuri (wafat 1353 H), dalam kitabnya Tuhfatul Ahwadzi Syarh at-Tirmidzi (Beirut, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, Juz 9, hal. 283) berikut:
 
وَفِي الْحَدِيثِ دَلَالَةٌ عَلَى فَضْلِ الْمَدِينَةِ وَعَلَى مَشْرُوعِيَّةِ حُبِّ الْوَطَنِ وَالْحَنِينِ إِلَيْهِ .
 
Hadits berikutnya yang menjadi dalil cinta tanah air yaitu hadits riwayat Ibn Ishaq, sebagimana disampaikan Abu Al-Qosim Syihabuddin Abdurrahman bin Ismail yang masyhur dengan Abu Syamah (wafat 665 H) dalam kitabnya Syarhul Hadits al-Muqtafa fi Mab’atsil Nabi al-Mushtafa berikut: 
 
قَالَ السُّهَيْلِي: " وَفِي حَدِيْثِ وَرَقَةَ أَنَّهُ قَالَ لِرَسُولِ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - لَتُكَذَّبَنَّهْ، فَلَمْ يَقُلْ لَهُ النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - شَيْئاً، ثُمَّ قَالَ: وَلَتُؤْذَيَنَّهْ، فَلَمْ يَقُلْ النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - شَيْئاً، ثُمَّ قَالَ: وَلَتُخْرَجَنَّهْ، فَقَالَ: َأوَ مُخْرِجِيَّ هُمْ؟ فَفِي هَذَا دَلِيلٌ عَلَى حُبِّ اْلوَطَنِ وَشِدَّةِ مُفَارَقَتِهِ عَلَى النَّفْسِ.
 
“Al-Suhaily berkata: Dan di dalam hadits (tentang) Waraqah, bahwasanya ia berakata kepada Rasulullah SAW; sungguh engkau akan didustakan, Nabi tidak berkata sedikitpun. Lalu ia berkata lagi; dan sungguh engkau akan disakiti, Nabi pun tidak berkata apapun. Lalu ia berkata; sungguh engkau akan diusir. Kemudian Nabi menjawab: “Apa mereka akan mengusirku?”. Al-Suhaily menyatakan di sinilah terdapat dalil atas cinta tanah air dan beratnya memisahkannya dari hati.” (Abu Syamah, Syarhul Hadits al-Muqtafa fi Mab’atsil Nabi al-Mushtafa, Maktabah al-Umrin Al-Ilmiyah, 1999, hal. 163)
 
Abdurrahim bin Husain Al-Iraqi (wafat 806 H) di dalam kitabnya Tatsrib fi Syarh Taqribil Asanid wa Tartibil Masanid, pada hadits yang sama, juga mengutip pendapatnya Al-Suhaily: 
 
فَقَالَ السُّهَيْلِيُّ فِي هَذَا دَلِيلٌ عَلَى حُبِّ الْوَطَنِ وَشِدَّةِ مُفَارَقَتِهِ عَلَى النَّفْسِ. 
 
Artinya: “Al-Suhaily berkata: di sinilah terdapat dalil atas cinta tanah air dan beratnya memisahkannya dari hati.” (Abdurrahim Al-Iraqi, Tatsrib fi Syarh Taqribil Asanid wa Tartibil Masanid, Beirut, Dar Ihya’i Al-Turats Al-Arabi, Juz 4, hal. 196)
 
Pemaparan di atas menunjukkan bahwa cinta tanah air memiliki dalil yang bersumber dari Qur’an dan Hadits, sebagaimana ditegaskan oleh para ulama seperti; Al-Hafizh Ibn Hajar al-Asqalany, Imam Jalaluddin al-Suyuthi, Abdurrahim al-Iraqi, Syekh Ismail Haqqi al-Hanafi, dan yang lainnya. Sehingga vonis cinta tanah air tidak dalilnya, jelas tidak benar dan tidak berdasar. 

--------------
Supriyono,Wakil Sekretaris PC GP Ansor Bidang litbang Kabupaten Kudus. 
Ansor Banser Nusantara.

SILAHKAN BACA JUGA !


If you want to test someone’s character, give him respect. If he has good character, he will respect you more. If he has bad character, he will think is the best of all.

------------

Jika kamu ingin menguji karakter seseorang, hormati dia. Jika dia memiliki akhlak yang baik, maka dia akan lebih menghormatimu. Jika dia memiliki akhlak yang buruk, dia akan merasa dirinya yang paling baik.