Assalamu'alaikum Wr. Wb. ----- SELAMAT DATANG DI WEBSITE RESMI PIMPINAN ANAK CABANG GERAKAN PEMUDA ANSOR WATULIMO ----- Semoga Bermanfaat Untuk Kita Semua!

Senin, 04 Juli 2022

Kiai Pesantren vs Kiai Langgar

Posted by ADMIN On Senin, Juli 04, 2022 No comments


Tanpa mengecilkan takzim sy kepada kiai-kiai pengasuh pondok yang mengasuh ratusan atau bahkan ribuan santri, sy sangat hormat kepada yang namanya kiai langgar. Beberapa menyebut mereka kiai kentongan, atau, menurut Gus Dur, kiai kampung. Sy kira, semua dari kita pun semestinya juga demikian.

Kepada kiai-kiai pengasuh pesantren, sudah barang tentu kita harus hormat. Sebab mereka adalah alim-allamah yang menjaga eksistensi ilmu agama. Tanpa mereka, dunia berakhir. Lantas apa alasan kita harus hormat kepada kiai langgar?

Ada banyak alasan untuk itu. Pertama, siapa yang mengajari anak-anak kecil agar mampu membaca alif-ba-ta, termasuk akidah dan fikih dasar, kalau bukan kiai langgar? Pesantren-pesantren besar umumnya tidak menyediakan pengajaran itu. Mereka hanya mau menerima calon santri yang sudah menyelesaikan kurikulum dasar tersebut. Nah, kiai langgar lah yang mengajari anak-anak calon santri agar bisa diterima di pesantren.

Bagaimana dengan kiai kampung yang tidak menyelenggarakan TPA? Lah, lantas siapa lagi yang membuka 'mindset' para masyarakat atau orang tua agar mau memondokkan anaknya, kalau bukan mereka?

Alasan kedua, adalah tentang ketelatenan dalam berdakwah. 

Dalam keseharian, kiai pesantren berjibaku pada kitab-kitab, baik untuk murajaah maupun mempelajari kitab baru, juga menghadapi para santri untuk mengajarnya. Sementara yang dihadapi kiai langgar atau kiai kampung adalah masyarakat atau jamaahnya, juga anak-anak TPA.

Nah, yang namanya kitab—yang digeluti kiai pesantren, bagaimanapun adalah 'benda mati', yang tidak memiliki kehendak. Sedangkan santri, meski mereka adalah manusia yang memiliki kehendak, adalah individu-individu yang "sam'an wa tha'atan", yang tidak ada kata selain "siap laksanakan" apabila berinteraksi dengan kiai. 

Sementara yang dihadapi kiai kampung atau kiai langgar adalah jamaah atau masyarakat dan anak-anak. Mereka awam. Tiap-tiap dari mereka memiliki kehendak yang mungkin berbeda satu sama lain. Mereka juga tidak mengenal kata "sami'na wa atha'na". Bayangkan sendiri bagaimana "mudah"-nya menghadapi masyarakat yang demikian.

Oleh karena itu, dalam mengelola lembaga pendidikan dan tempat berikut praktik ibadah di langgar dan TPA agar benar-benar sesuai dengan syariat, misalnya, tidak semudah di pesantren. (Maka jangan heran apabila salat di langgar-langgar kampung diimami oleh orang yang masih belepotan bacaan al-Qurannya).

Alasan selanjutnya adalah privillige. Kiai pesantren memperoleh kehormatan tidak hanya dari ribuan santrinya saja tetapi juga dari penguasa dan pelaku politik. Masyarakat umum, pada akhirnya (melalui testimoni para penguasa, termasuk efek media), juga menaruh hormat pada mereka. Banser pun berebut ingin mengawalnya. Kalau perlu terjunkan personil dari kesatuan terbaik. Kendaraan untuk menjemput-antar, jika perlu, dicarikan yang terbaik.

Bandingkan dengan kiai langgar. Seberapa besar privillige yang mereka peroleh jika dibandingkan dengan kiai pesantren? Juga adakah kiai langgar yang di garasinya terdapat Alphard atau Pajero Sport? (Hal-hal seperti ini, kan, yang cenderung dilihat oleh orang awam?)

Kemudian dengan ratusan atau ribuan santri—sebagaimana kita tahu budaya politik kita hari ini—kiai pesantren merupakan magnet yang kuat bagi penguasa dan para pelaku politik. Orang-orang yang memiliki kewenangan untuk "menata" kebijakan, termasuk anggaran, berebut untuk mencari testimoni dari kiai-kiai pesantren. Maka tidak perlu heran jika mereka relatif tidak perlu pusing apabila sekedar ingin membangun bangunan pondok, atau menggelar suatu acara. Bahkan tidak jarang pula yang mampu membeli lahan berhektar-hektar.

Sementara bagi kiai langgar atau kiai kampung, untuk merenovasi tembok langgar atau TPA-nya saja terkadang harus mempertaruhkan ''harga diri"-nya dengan membuat dan "ider" proposal. Apabila proposal tersebut diberikan ke penguasa, yang didapat hanya janji dan janji, yang mungkin akan ditepati hanya saat musim kampanye.

Memang, kemuliaan-kemuliaan yang didapat kiai pesantren merupakan buah dari ilmu yang mereka miliki, yang mereka raih dari laku riyadah (perjuangan) nan istikamah bertahun-tahun sebelumnya—termasuk riyadah dari pendahulunya. Sedangkan pesantren adalah lembaga pendidikan yang mapan karena dijangkari oleh orang-orang yang alim-allamah sepanjang waktu. 

Namun, sekali lagi—maksud tulisan ini—penghormatan kita kepada kiai langgar jangan sampai kalah dibandingkan penghormatan kita kepada kiai pesantren. Kalau perlu, jangan hanya kepada kiai-kiai pesantren saja kita sungkem atau cium tangan wolak-walik, tetapi kepada kiai langgar juga. 

Mengutip guyonan Gus Baha', barakahnya santri-santri yang kurang alim lah, agama bisa menyebar dan berkembang hingga ke desa bahkan ke daerah/daerah terpencil.

*
Oleh : Androw Dzulfikar

0 Komentar:

Posting Komentar

Mohon Saran dan Kritik Yang Sifatnya Konstruktif!

SILAHKAN BACA JUGA !


If you want to test someone’s character, give him respect. If he has good character, he will respect you more. If he has bad character, he will think is the best of all.

------------

Jika kamu ingin menguji karakter seseorang, hormati dia. Jika dia memiliki akhlak yang baik, maka dia akan lebih menghormatimu. Jika dia memiliki akhlak yang buruk, dia akan merasa dirinya yang paling baik.